05 December, 2006

PERSOALAN DASAR KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA

Apabila kita berkecimpung disektor bisnis, kita banyak dituntut lingkungan untuk terus berinisiatif, kreatif, dinamis, agresif dan selalu harus mampu mengantisipasi tuntutan lingkungan yang terus bertumbuh. ini semua justru mematangkan pola berpikir dan kehidupan kita untuk terus menempa jiwa wira¬swasta kita.
Istilah kewiraswastaan (entrepreneurship) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, walaupun maknanya belum begitu difahami benar. Masih banyak di antara kita belum menyadari pentingnya kewiraswastaan.

Sektor bisnis yang sangat kompetitif dan peka terhadap pengaruh lingkungan, mutlak membutuhkan manusia wiraswasta, yang memiliki dinamika, motivasi, kreativitas dan inisiatif nyata. Mereka ini mampu bekerja sama dengan penuh tanggung jawab dalam setiap penugasan yang dibebankan kepadanya. Begitu pula, sektor pendidikan yang relatif tidak atau kurang kompetitif tetap membutuhkan manusia wiraswasta.
Jangan beranggapan bahwa apabila kita ingin mendidik calon wiraswasta, kita sendiri tidak perlu berjiwa ataupun berprilaku sebagai wiraswasta. Ini keliru namanya. Kita harus terlebih dulu menjiwai dan mempraktekkan kewiraswastaan tersebut, barulah kita akan berhasil mendidik orang lain. Saya kira keseluruhan aspek kehidupan manusia menuntut agar kewiraswastaan bertumbuh di sanubari masing-masing insan demi keberhasilannya dalam hidup ini.

Penyebab Rendahnya Jiwa Wirausaha

Harus diakui bahwa kegiatan yang lebih mementingkan hasil dan prestasi kerja, akan lebih mendorong terciptanya pola mekanisme kerja yang lebih obyektif. Sayang hal ini masih merupakan cita-cita belaka. Sebagian besar dari kita belum memiliki jiwa wiraswasta secara nyata. Jiwa ambtenaar masih mewarnai dan menghantui tingkah laku serta kebiasaan kita.
Mengapa demikian ? Banyak faktor yang menyebabkannya. Mulai dari lingkungan keluarga sampai pada kebiasaan kerja atau praktek-praktek yang terjadi di masyarakat memang kurang mendukung tumbuhnya jiwa wiraswasta di kalangan masyarakat kita.

Nilai-nilai yang diyakini masyarakat kita pada hakekatnya merupakan warisan sejarah kolonial. Struktur masyarakat memang kurang memberi peluang kepada pribumi bangsa kita untuk bisa menempa, mengembangkan atau memiliki jiwa wiraswasta yang baik. Struktur masyarakat pada masa kolonial sengaja diatur agar kita tidak bisa maju. Kesempatan untuk berkembang dibatasi. Pendidikan sangat dibatasi, hanya orang-orang tertentu saja yang memperoléh peluang untuk rnengenyam kemudahan pendidikan dengan baik.
Mulai masa kanak-kanak sampai melangkah dewasa dan bekerja, kita kurang dibekali prinsip-prinsip, hidup positif. dinamis dan kreatif. Paling-paling kita diharapkan bisa mèmpelajari dari contoh-contoh yang terjadi di masyarakat melalui cara coba-coba.
Kegiatan dan lapangan kerja dibatasi pula. Paling tinggi kita bisa bekerja sebagai pegawai negeri di kantor-kantor pemerintahan ini pun terbatas bagi orang-orang kaya dan keturunan bangsawan. Sebagian terbesar rakyat justru bekerja sebagai buruh dan petani kecil. Kegiatan di sektor ekonomi, perdagangan dan sektor bisnis lainnya diserahkan pada orang-orang Eropa dan golongan non pribumi. Sektor-sektor inilah yang sebenarnya mampu menempa kewiraswastaan kita. Tetapi justru kita kurang diberi kesempatan di bidang ini. Paling-paling satu dua, alias terbatas sekali jumlahnya.


>>>diambil dari bukunya valentino dinsi

No comments: